(Makalah Dauroh Untaian Nasihat, Masjid Kampus UGM, Juli 2005)
Penulis: Ustadz Abdullah Taslim
Dari
Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah rodhiallohu ‘anhu, aku
berkata: wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ajarkanlah
kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang mencakup semua perkara
islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada
orang lain selain engkau, (maka) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “ucapkanlah: “aku beriman kepada Allah”, kemudian
beristiqomahlah dalam ucapan itu” (HR. Muslim, no. hadits: 38)
Biografi Perawi Hadits
Sahabat
yang meriwayatkan hadits ini adalah Sufyan bin ‘Abdillah bin Rabi’ah
bin Al Harits Ats Tsaqafi rodhiallohu ‘anhu, kunyah beliau adalah Abu
‘Amr, ada juga yang mengatakan: Abu ‘Amrah, beliau adalah sahabat yang
mulia yang menjabat gubernur wilayah Ath Thaif pada jaman kekhalifahan
‘Umar bin Al Khaththab rodhiallohu ‘anhu, hadits ini adalah satu-satunya
hadits yang beliau riwayatkan yang terdapat dalam Al Kutubus sittah
(kitab hadits yang enam) Lihat Tahdzibut Tahdzib (4/115).
Kedudukan Hadits
Hadits
ini mengandung wasiat (nasihat) yang sangat besar manfaatnya dan
mencakup semua perkara agama, dan termasuk Jawami’ul kalim
(hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang lafaznya
singkat tapi maknanya padat). Lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 86) dan
Jami’ul ‘Ulum (hal. 510).
Beberapa Masalah Penting yang Terkandung Dalam Hadits Ini
Pertama:
Besarnya
semangat para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
menanyakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dan tujuan mereka dalam
menanyakan hal-hal tersebut adalah benar-benar untuk mengilmui
(mengetahui) dan mengamalkannya, bukan hanya semata-mata untuk
pengetahuan, karena ilmu yang tidak dibarengi amal adalah seperti pohon
yang tidak memiliki buah, Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang
hamba-hambaNya yang bertakwa:
“Dan orang-orang yang
mendapat petunjuk, Allah menambahkan petunjuk kepada mereka dan
menganugerahkan kepada mereka ketakwaannya” (QS Muhammad:17)
Imam
Al Khatib Al Baghdadi berkata: Seorang penuntut ilmu hendaknya
menjadikan urusan-urusan kehidupannya berbeda dengan kebiasaan
orang-orang awam, dengan selalu berusaha mengamalkan hadits-hadits
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam setiap urusannya)
semaksimal mungkin dan menerapkan sunnah-sunnah Beliau shalallahu
‘alaihi wa sallam dalam dirinya, karena sesungguhnya Allah ‘azza wa
jalla berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu” (QS. Al Ahzaab: 21)
Kemudian
Al Khatib Al Baghdadi menyebutkan kisahnya Abu ‘Ishmah ‘Ashim bin
‘Isham, dia berkata: Suatu malam aku menginap di rumah Imam Ahmad bin
Hambal, beliau membawakan air (untuk aku gunakan ketika berwudhu) dan
beliau meletakkan air itu (di dekatku), maka besok paginya dia melihat
air itu (dan mendapatinya tetap) seperti semula (tidak aku pakai untuk
berwudhu), maka beliau pun berkata: Subhanallah, seorang penuntut ilmu
tidak punya wirid (zikir/bacaan Al Quran yang terus dilakukan oleh
seseorang) pada malam hari? Al Jami’ Liakhlaqirraawi wa Adabissaami’
(1/215), lihat Ad Durarus Saniyyah (hal. 85)
Kedua:
Iman
kepada Allah ‘azza wa jalla mencakup semua hal yang wajib diyakini
dalam landasan dan pokok-pokok keimanan dari apa-apa yang Allah ‘azza wa
jalla beritakan tentang diri-Nya, malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para
rasul-Nya, hari akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk,yang
disertai dengan amalan-amalan dalam hati, ketaatan dan ketundukan yang
sepenuhnya lahir dan batin kepada Allah ‘azza wa jalla.
Ketiga:
Keharusan
untuk tetap istiqomah dalam keimanan sampai di akhir hayat, dan makna
istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak
berpaling darinya ke kiri maupun ke kanan, dan ini semua mencakup
pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah ‘azza wa jalla) lahir
dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya Jami’ul ‘Ulum wal
Hikam (hal. 510). Dan perintah untuk beristiqomah disebutkan dalam
banyak ayat Al Quran, di antaranya firman Allah ‘azza wa jalla:
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan:”Robb kami ialah Allah” kemudian mereka
beristiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan):”Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat: 30), dan
firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan:”Robb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah,
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula)
berduka cita, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di
dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan (di
dunia)” (QS. Al Ahqaaf: 13-14)
Akan tetapi, bagaimana
pun juga seorang hamba tidak mungkin dapat terus-menerus sempurna dalam
istiqomah, karena bagaimana pun manusia tidak akan luput dari kesalahan
dan kelalaian yang menyebabkan berkurangnya nilai keistiqomahannya, oleh
karena itu Allah ‘azza wa jalla memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya
yang bertakwa untuk mengatasi keadaan ini dan memperbaiki kekurangan
tersebut, yaitu dengan beristigfar (meminta ampun kepada Allah ‘azza wa
jalla) dari semua dosa dan kesalahan, Allah berfirman:
“Maka
beristiqomahlah (tetaplah) pada jalan yang lurus menuju kepada Allah
dan mohonlah ampun kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 6), dan istigfar di sini
mengandung pengertian bertaubat dan kembali kepada keistiqamahan. Dan
ayat ini semakna dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
kepada Mu’adz bin Jabal radhiallohu ‘anhu: “Bertakwalah kepada Alloh di
mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan
baik, maka perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan buruk
tersebut, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik” (Hadits hasan
riwayat Imam Ahmad 5/153, dan At Tirmidzi no. hadits 1987) Ibid.
Keempat
Dalam
Al Quran dan hadits-hadits yang shahih Allah ‘azza wa jalla dan
Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan sebab-sebab
untuk tetap teguh dan istiqomah dalam keimanan, dan kami akan sebutkan
dalam makalah ini beberapa sebab penting di antara sebab-sebab tersebut
sebagai berikut:
1. Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar
Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat,dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS.
Ibrahim: 27)
Makna ‘ucapan yang teguh’ dalam ayat ini
adalah dua kalimat syahadat yang dipahami dan diamalkan dengan benar,
sebagaimana yang ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
kitab Shahihnya (jilid 4, hal. 1735):
Dari Baro’ bin
‘Azib rodhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “seorang muslim ketika dia ditanya (diuji) di dalam
kuburnya (oleh malaikat Munkar dan Nakir) maka dia akan bersaksi bahwa
‘tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah’ (لا إله إلا الله) dan
‘Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan Allah’ (محمد
رسول الله), itulah makna Firman-Nya: “Allah meneguhkan (iman)
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat”.
2. Membaca Al Quran dengan menghayati dan merenungkannya
Al Quran adalah sumber peneguh iman yang paling utama bagi orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Alloh:
“Katakanlah:
‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Robb-mu dengan
benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang beriman, dan menjadi
petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)” (QS. An Nahl: 102)
Allah ‘azza wa jalla telah
menjelaskan dalam Al Quran bahwa tujuan diturunkannya Al Quran secara
berangsur angsur adalah untuk menguatkan dan meneguhkan hati Rosululloh
shalallahu ‘alaihi wa sallam , Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Berkatalah
orang-orang yang kafir: mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya
dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)” (QS. Al
Furqon: 32)
3. Berkumpul dan bergaul bersama orang-orang yang bisa membantu meneguhkan iman.
Allah
menyatakan dalam Al Quran bahwa salah satu di antara sebab utama yang
membantu menguatkan iman para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam adalah keberadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam di
tengah-tengah mereka. Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Bagaimana
mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah
dibacakan kepada kalian, dan Rosul-Nya pun berada di tengah-tengah
kalian? Dan barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka
sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” (QS. Ali
‘Imran: 101)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar(jujur)” (QS. At Taubah: 119)
Dalam sebuah hadist yang hasan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
di antara manusia ada orang-orang yang keberadaan mereka sebagai
pembuka (pintu) kebaikan dan penutup (pintu) kejelekan” (Hadits hasan
riwayat Ibnu Majah dalam kitab “Sunan” (jilid 1, hal. 86) dan Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman” (jilid 1, hal. 455) dan Imam-imam lainnya, dan
dihasankan oleh Syekh Al Albani)
4. Berdoa kepada Alloh
Dalam
Al Quran Allah ‘azza wa jalla memuji orang-orang yang beriman yang
selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi
ujian. Allah ‘azza wa jalla berfirman :
“Dan berapa
banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari
pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana
yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula)
menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada
do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan
tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan
teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir’. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan
pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebaikan” (Ali ‘Imran: 146-148)
Dalam ayat lain Allah ‘azza wa jalla berfirman:
“Ya
Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah
pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir” (QS. Al
Baqoroh: 250)
5. Membaca kisah-kisah para Nabi dan
Rasul shalallahu ‘alaihi wa sallam serta orang-orang shalih yang
terdahulu untuk mengambil suri teladan.
Dalam Al Quran
banyak diceritakan kisah-kisah para Nabi, rasul, dan orang-orang yang
beriman yang terdahulu, yang Allah jadikan untuk meneguhkan hati
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengambil teladan dari
kisah-kisah tsb ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir. Allah
‘azza wa jalla berfirman:
“Dan semua kisah dari
rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (Surat 11. HUD - Ayat 120)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar