Tidak hanya presiden, para menteri, pejabat eselon maupun bos atau
manajer perusahaan saja yang disebut pemimpin. Setiap individu
hakikatnya adalah pemimpin. Maka, dia perlu memegang ajaran kepemimpinan
ini.
Ajaran kepemimpinan Jawa itu terdiri dari lima hal yang merupakan nilai-nilai yang paling prinsip. Kelima ajaran itu adalah:
1. SETYA BUDAYA
2. SETYA WACANA
3. SETYA SEMAYA
4. SETYA LAKSANA
5. SETYA MITRA
SETYA BUDAYA: Seorang pemimpin harus menghargai adat istiadat dan
budaya masyarakat setempat. Dia harus mau untuk beradaptasi dengan
lingkungan sosial setempat. Pemimpin harus mengetahui hakikat budaya.
Budaya adalah sebuah proses manusia untuk hidup yang lebih bijaksana,
adil, selamat dan sejahtera. Proses itu tidak mengenal titik henti,
sehingga pemimpin yang baik harus terus beradaptasi dan berasimilasi
dengan budaya dimana dia memimpin.
SETYA WACANA: Seorang pemimpin harus mampu memegang teguh ucapannya.
Bersatunya kata atau ucapan dan perbuatan nyata harus selaras. Tidak
munafik dan membohongi masyarakat. Dia harus pandai berdiplomasi dan
mengerti perkembangan situasi sosial, politik, ilmu pengetahuan dan
wacana-wacana lain sehingga dia mampu memimpin dengan cerdas.
SETYA SEMAYA: Seorang pemimpin harus bisa melaksanakan janjinya
semasa belum jadi pemimpin/kampanye. Janji adalah hutang yang harus
dibayar setelah dia menjadi pemimpin. Janji memang diperlukan agar
masyarakat berpikir optimis dan punya harapan untuk hidup yang lebih
baik, namun janji harus dilaksanakan.
SETYA LAKSANA: Seorang pemimpin harus bertanggungjawab terhadap
tugas yang diembannya. Tugas adalah kewajiban, bukan hak. Sehingga
menunaikan kewajiban merupakan prinsip seorang pemimpin. Pemimpin harus
bertanggungjawab kepada masyarakat, namun juga kepada Tuhan.
Tanggungjawab iu tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat maka
tanggungjawabnya akan dipertanyakan. Tugas apapun yang diembankan oleh
masyarakat harus dilaksanakan dengan ikhlas.
SETYA MITRA: Seorang pemimpin harus mampu membangun jaringan
persahabatan dan perkawanan. Dia harus memiliki watak setia kawan yang
setinggi-tingginya. Tidak boleh berkhianat kepada kawan. Tidak boleh
culas dan egois. Seorang pemimpin perlu membangun sebuah kehidupan
sosial yang kondusif dan membawa kemanfaatan bersama-sama. Kemanfaatan
tidak boleh hanya bisa dirasakan oleh kelompok/kaumnya melainkan harus
bisa dirasakan oleh semua golongan.
Syekh Subakir, sangat
berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau
Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk
menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada
umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh
gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para
ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang
sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang
kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan
gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan
membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero
Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di
gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu
hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan
mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari
mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu
sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di
tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu
wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama
dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I
dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404,
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa
bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh
Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa
pada tahun 1404, mereka diantaranya:
Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli
pengobatan.
Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
Maulana Hasanudin, dari Palestina.
Maulana Aliyudin, dari Palestina.
Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah
beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam
di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal
secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang
menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat
membimbing, memberi ilham dan menolong mereka.
Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai
bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk
menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun
berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa
berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal.
Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti
mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang
terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang
diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik.
Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh
Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk
tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek
dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan
gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya.
Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi
mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu
meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah
Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai
Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa.
Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang
dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di
tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan
laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah
Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak
perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957.
Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan
tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti
pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan
juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan
Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya
Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.
Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota
Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual ,
Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan
mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar
terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan
Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung
Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini
yang menjadi asal usul nama Tidar).
Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2
buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau
yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama
ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan
beliau.
Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan
Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut
‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil
menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah
asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia
mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai
dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing
tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang
berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk
lingkaran dan tanpa atap.
Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa
sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang
banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena
kekeramatannya yang begitu melegenda.
ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun
kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya,
ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu,
datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan
para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama
Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para
ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech
Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan
kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal
menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak
Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa,
Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari
pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur
sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon.
Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin
kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah
Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus,
sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui
keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus
itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal
berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang
mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk
menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan
bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama
yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah
pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan
pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi
selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya.
Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon
mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu
sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan
antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi
kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan
Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau
memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam
untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para
Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan
adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam
sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya
berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah
terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat
dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin
tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu
menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti
banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut
siapa, bila pemimpinnya lurus?
Legenda Gunung Tidar Magelang
Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu
dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana
dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala,
ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam
bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut
senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun
dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak.
Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut
akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung
Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang
kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang
berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai
“pakuning tanah jawa”.
Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan
bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang
diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama
Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan
Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang
Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin
dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan
Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin
bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela
menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak
sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan
sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah
disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular
menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang
menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan
gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo
pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan
nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi,
nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi
legenda abadi.
Read more at:
http://alifbraja.blogspot.com/2012/06/babad-tanah-jawa.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Syekh Subakir, sangat
berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau
Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk
menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada
umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh
gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para
ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang
sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang
kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan
gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan
membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero
Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di
gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu
hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan
mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari
mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu
sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di
tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu
wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama
dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I
dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404,
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa
bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh
Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa
pada tahun 1404, mereka diantaranya:
Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli
pengobatan.
Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
Maulana Hasanudin, dari Palestina.
Maulana Aliyudin, dari Palestina.
Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah
beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam
di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal
secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang
menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat
membimbing, memberi ilham dan menolong mereka.
Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai
bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk
menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun
berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa
berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal.
Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti
mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang
terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang
diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik.
Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh
Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk
tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek
dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan
gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya.
Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi
mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu
meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah
Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai
Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa.
Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang
dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di
tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan
laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah
Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak
perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957.
Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan
tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti
pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan
juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan
Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya
Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.
Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota
Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual ,
Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan
mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar
terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan
Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung
Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini
yang menjadi asal usul nama Tidar).
Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2
buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau
yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama
ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan
beliau.
Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan
Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut
‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil
menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah
asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia
mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai
dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing
tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang
berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk
lingkaran dan tanpa atap.
Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa
sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang
banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena
kekeramatannya yang begitu melegenda.
ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun
kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya,
ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu,
datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan
para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama
Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para
ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech
Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan
kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal
menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak
Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa,
Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari
pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur
sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon.
Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin
kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah
Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus,
sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui
keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus
itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal
berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang
mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk
menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan
bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama
yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah
pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan
pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi
selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya.
Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon
mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu
sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan
antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi
kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan
Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau
memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam
untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para
Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan
adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam
sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya
berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah
terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat
dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin
tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu
menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti
banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut
siapa, bila pemimpinnya lurus?
Legenda Gunung Tidar Magelang
Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu
dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana
dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala,
ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam
bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut
senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun
dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak.
Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut
akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung
Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang
kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang
berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai
“pakuning tanah jawa”.
Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan
bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang
diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama
Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan
Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang
Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin
dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan
Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin
bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela
menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak
sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan
sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah
disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular
menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang
menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan
gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo
pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan
nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi,
nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi
legenda abadi.
Read more at:
http://alifbraja.blogspot.com/2012/06/babad-tanah-jawa.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Syekh Subakir, sangat
berjasa dalam menumbali tanah Jawa, ”Dalam legenda yang beredar di Pulau
Jawa dikisahkan, Sudah beberapa kali utusan dari Negeri Arab, untuk
menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada
umumnya tapi telah gagal secara makro. Disebabkan orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Dengan tokoh-tokoh
gaibnya masih sangat menguasai bumi dan laut di sekitar P Jawa. Para
ulama yang dikirim untuk menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang
sangat berat, meskipun berkembang tetapi hanya dalam lingkungan yang
kecil, tidak bisa berkembang secara luas. Secara makro dapat dikatakan
gagal. Maka diutuslah Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam dengan
membawa batu hitam yang dipasang oleh Syekh Subakir di seantero
Nusantara, untuk tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di
gunung Tidar . Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu
hitam menimbulkan gejolak, mengamuklah para mahluk : Jin, setan dan
mahluk halus lainnya. Syekh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari
mereka. Akan tetapi mereka sesumbar dengan berkata: “ Walaupun kamu
sudah mampu meredam amukan kami, kamu dapat mengembangkan agama Islam di
tanah Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu
wahai Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syekh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa bersama-sama
dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh Sultan Muhammad I
dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa pada tahun 1404,
Syekh Subakir berasal dari Iran ( dalam riwayat lain Syekh Subakir
berasal dari Rum, Baghdad). Syekh Subakir diutus ke Tanah Jawa
bersama-sama dengan Wali Songo Periode Pertama, yang diutus oleh
Sultan Muhammad I dari Istambul, Turkey, untuk berdakwah di pulau Jawa
pada tahun 1404, mereka diantaranya:
Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli
pengobatan.
Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
Maulana Hasanudin, dari Palestina.
Maulana Aliyudin, dari Palestina.
Syekh Subakir, dari Iran, Ahli menumbali daerah yang angker yang
dihuni jin jahat.
Dalam legenda yang beredar di Pulau Jawa dikisahkan, bahwa sudah
beberapa kali utusan dari Arab didatangkan untuk menyebarkan Agama Islam
di tanah Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya, tapi selalu gagal
secara makro. Kegagalan itu disebabkan karena orang-orang Jawa pada
waktu itu masih kokoh memegang kepercayaan lama. Masyarakat masih senang
menyembah barang-barang bertuah dan ruh-ruh yang diyakininya dapat
membimbing, memberi ilham dan menolong mereka.
Dengan tokoh-tokoh gaibnya, para tokoh masyarakat masih sangat menguasai
bumi dan laut di sekitar Pulau Jawa. Para ulama yang dikirim untuk
menyebarkan Agama Islam mendapat halangan yang sangat berat. Meskipun
berkembang, tetapi hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa
berkembang secara luas. Artinya, secara makro dapat dikatakan gagal.
Karena itu, maka diutuslah Syeh Subakir yang dikenal memang sakti
mandraguna. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah yang
terkait magic dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang
diterimanya Islam oleh masyarakat yang masih demen ilmu-ilmu mistik.
Untuk menyebarkan agama Islam, menurut cerita yang berkembang, Syekh
Subakir membawa batu hitam yang dipasang di seantero Nusantara, untuk
tanah Jawa diletakkan di tengah-tengahnya yaitu di gunung Tidar . Efek
dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam menimbulkan
gejolak, mengamuklah para mahluk: Jin, setan dan mahluk halus lainnya.
Syeh Subakir lah yang mampu meredam amukan dari mereka. Akan tetapi
mereka sesumbar dengan berkata: “Ya Syekh, walaupun kamu sudah mampu
meredam amukan kami dan kamu dapat mengembangkan agama Islam di tanah
Jawa, tetapi Kodratullah tetap masih berlaku atas ku, ingat itu wahai
Syeh Subakir.” “Apa itu?” kata Syeh Subakir. Kata Jin, “Aku masih
dibolehkan untuk menggoda manusia, termasuk orang-orang Islam yang
imannya masih lemah”.
Tidak salah bila kemudian, gunung Tidar dikenal dengan Paku Tanah Jawa.
Gunung Tidar tak terpisahkan dengan pendidikan militer. Gunung yang
dalam legenda dikenal sebagai "Pakunya tanah Jawa" itu terletak di
tengah Kota Magelang. Berada pada ketinggian 503 meter dari permukaan
laut, Gunung Tidar memiliki sejarah dalam perjuangan bangsa. Di Lembah
Tidar itulah Akademi Militer sebagai kawah candradimuka yang mencetak
perwira pejuang Sapta Marga berdiri pada 11 November 1957.
Di puncak Gunung Tidar ada lapangan yang cukup luas. Di tengah lapangan
tersebut terdapat sebuah Tugu dengan simbol huruf Sa (dibaca seperti
pada kata Solok) dalam tulisan Jawa pada tiga sisinya. Menurut penuturan
juru kunci, itu bermakna Sapa Salah Seleh (Siapa Salah Ketahuan
Salahnya). Tugu inilah yang dipercaya sebagian orang sebagai Pakunya
Tanah Jawa, yang membuat tanah Jawa tetap tenang dan aman.
Gunung Tidar tidak hanya terkenal sebagai ikon atau identitas Kota
Magelang. Bagi sebagian orang yang memang nglakoni lelaku spiritual ,
Gunung Tidar merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan
mereka untuk mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Dahulu, Gunung Tidar
terkenal akan ke-angker-annya dan menjadi rumah bagi para Jin dan
Makhluk Halus. Jalmo Moro Jalmo Mati, setiap orang yang datang ke Gunung
Tidar bisa dipastikan kalau tidak mati ya modar (dan mungkin hal ini
yang menjadi asal usul nama Tidar).
Berdasarkan penuturan Juru Kunci Gunung Tidar, di Gunung Tidar terdapat 2
buah makam yaitu Makam Kyai Sepanjang dan Makam Sang Hyang Ismoyo (atau
yang lebih dikenal sebagai Kyai Semar). Sedangkan tempat yang selama
ini dikenal sebagai Makam Syekh Subakir sebenarnya hanyalah petilasan
beliau.
Jadi, beliau dikenal sebagai wali Allah yang menaklukkan Jin dan
Makhluk Halus di Gunung Tidar sehingga para makhluk halus tersebut
‘mengungsi’ ke Pantai Selatan, tempat Nyai Roro Kidul. Setelah berhasil
menaklukkan Jin dan Makhluk Halus, Syekh Subakir kembali ke tanah
asalnya di Rom (Baghdad). Di petilasan Syekh Subakir ini tersedia
mushola kecil dan pendopo. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai
dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Setelah dipugar, kijing
tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang
berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk
lingkaran dan tanpa atap.
Pada tahap berikutnya, kedudukan Syekh Subakir, Sang Babad Tanah Jawa
sebagai salah satu Wali Songo, digantikan oleh Sunan Kalijaga yang
banyak disebut-sebut pimpinan para wali di Tanah Jawa karena
kekeramatannya yang begitu melegenda.
ADA satu kisah menarik dalam petilan “Babad Tanah Jawa”. Meskipun
kisah ini merupakan petilan. Namun intisari yang tertanam di dalamnya,
ternyata tetap masih aktual di saat ini sekali pun. Ketika itu,
datanglah para ulama dari “Sebrang Lautan” (Mesir) ke Tanah Jawa. Tujuan
para ulama utusan Sultan Mesir itu adalah untuk menyebarkan agama
Islam, yang menurut laporan masih banyak penduduk Jawa yang kafir. Para
ulama itu dipimpin seorang Syeh yang bernama Syech Subakir Sebelum Syech
Subakir datang, telah beberapa kali ulama pendahulunya menginjakan
kakinya di Tanah Jawa. Namun, setiap kali mereka datang, selalu gagal
menyebarkan agama Islam. Mengapa? Pertanyaan itulah yang berada di benak
Syech Subakir. Dan tidak berapa lama setelah sampai ke Tanah Jawa,
Syech asal Persia (Iran) itu berhasil mendapatkan jawaban dari
pertanyaannya tersebut. Ternyata, seluruh Tanah Jawa dari ujung Timur
sampai ke Barat di jaga oleh bangsa jin yang dipimpin Sabdo Palon.
Kegagalan para ulama sebelumnya adalah karena ulah mereka, para jin
kafir yang tidak mau masuk Islam dan menentang Islam berkembang di Tanah
Jawa. Untungnya, Syech Subakir menguasai ilmu tentang makhluk halus,
sehingga dia dan para ulama yang dipimpinnya berhasil mengetahui
keberadaan para jin tersebut. Dalam wujud kasarnya, para mahluk halus
itu ada yang berujud ombak yang besar yang mampu menenggelamkan kapal
berikut penumpangnya. Juga angin puting beliung, dan sebagainya yang
mampu memporak- porandakan apa saja yang ada dihadapannya, termasuk
menjelma menjadi hewan buas, harimau, ular dan sebangsanya. Perubahan
bentuk dan ujud itulah yang selama ini diduga mencelakakan para ulama
yang bermaksud menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Maka kemudian terjadilah
pertempuran yang dasyat antara para jin pimpinan Sabdo Palon dengan
pasukan ulama pimpinan Syech Subakir. Konon, pertempuran itu terjadi
selama berhasi- hari, tanpa ketahuan siapa yang bakal memenangkannya.
Karena melihat situasi yang tidak menguntungkan, maka Sabdo Palon
mengajukan usulan gencatan senjata. Syech Subakir yang melihat itu
sebuah peluang, menerima ajakan Sabdo Palon. Maka terjadilah kesepakatan
antara keduanya. Isi kesepakatan antara lain, Sabdo Palon memberi
kesempatan kepada Syech Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan
Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara paksaan atau
memaksa. Kemudian Sabdo Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam
untuk berkuasa di Tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para
Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan
adapt istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam
sesuai dengan kitab yang dakuinya, tetapi biarlah adapt dan budaya
berkembang sedemikian rupa. Dan yang terpenting, jadi pemimpin janganlah
terlalu lurus, namun juga jangan terlampau bengkok. Hal ini sempat
dipertanyakan Syech Subakir kepada Sabdo Palon, mengapa seorang pemimpin
tidak boleh benar-benar lurus. Dijawab Sabdo Palon, karena pemimpin itu
menjadi pimpinan semua orang. Dan orang tidak semuanya lurus, pasti
banyak pula yang bengkok. Lha, orang yang bengkok-bengkok itu akan ikut
siapa, bila pemimpinnya lurus?
Legenda Gunung Tidar Magelang
Keberadaan daerah Magelang terbungkus oleh berbagai legenda. Salah satu
dongeng yang hidup dikalangan rakyat mengisahkan --sebagaimana
dikisahkan M. Bambang Pranowo (2002)-- bahwa pada zaman dahulu kala,
ketika Pulau Jawa baru saja diciptakan oleh Sang Maha Pencipta dalam
bentuk tanah yang terapung-apung di lautan luas; tanah tersebut
senantiasa bergerak kesana kemari. Seorang dewa kemudian diutus turun
dari kahyangan untuk memaku tanah tersebut agar berhenti bergerak.
Kepala dari paku yang digunakan untuk memaku Pulau Jawa tersebut
akhirnya menjadi sebuah gunung yang kemudian dikenal sebagai Gunung
Tidar. Gunung yang terletak di pinggir selatan kota Magelang yang
kebetulan berada tepat dibagian tengah Pulau Jawa tersebut memang
berbentuk kepala paku; karena itu gunung Tidar dikenal luas sebagai
“pakuning tanah jawa”.
Dongeng lain yang tentunya diciptakan setelah masuknya Islam mengisahkan
bahwa pada zaman dahulu daerah ini merupakan kerajaan jin yang
diperintah oleh dua raksasa. Syekh Subakir, seorang penyebar agama
Islam, datang ke daerah ini untuk berdakwah. Tidak rela atas kedatangan
Syekh tersebut terjadilah perkelahian antara raja Jin melawan sang
Syekh. Ternyata Raja Jin dapat dikalahkan oleh Syekh Subakir. Raja Jin
dan istrinya kemudian melarikan diri ke Laut Selatan bergabung dengan
Nyai Rara Kidul yang merajai laut Selatan. Sebelum lari Raja Jin
bersumpah akan kembali ke Gunung Tidar kecuali rakyat didaerah ini rela
menjadi pengikut Syekh Subakir.
Legenda ini sangat melekat bagi masyarakat tradisional Jawa, tidak
sekedar di Magelang, tapi juga ke daerah-daerah lain di Jawa, bahkan
sampai di Lampung dan mancanegara (Suriname). Hal ini karena telah
disebutkan dalam jangka Joyoboyo dan mengalir secara tutur tinular
menjadi kepercayaan masyarakat. Apalagi pemerintah kota Magelang
menjadikan Tidar sebagai simbol atau maskot daerah dengan menempatkan
gunung Tidar yang dilambangkan dengan gambar paku di dalam logo
pemerintahan. Di samping itu nama-nama tempat begitu banyak menggunakan
nama Tidar, seperti nama Rumah Sakit Umum Daerah, nama perguruan tinggi,
nama terminal dll. Yang semuanya menguatkan gunung Tidar menjadi
legenda abadi.
Read more at:
http://alifbraja.blogspot.com/2012/06/babad-tanah-jawa.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution