Rabu, 18 April 2012

Kisah Asmara terhadap Anak Seorang Kiayi

ASMARA BERSULAM NODA

cerita ini langsung dari yang bersangkutan.........
begini ceritanya...:


Luthfi adalah sahabatku waktu kecil. Ia adalah santri Pondok Pesantren di Kalimantan Selatan. Sejak kecil tempat sekolah kami selalu sama. Namun, setelah lulus dari SMP. Luthfi diajak kakeknya ke Pondok Pesantren sedangkan aku melanjutkan ke sekolah tingkat negeri. Semenjak aku menginjakkan kaki di SMA, perilaku ku berubah total, nakal dan sembrono. Pacaran tak jelas dan juga suka balap motor di jalan. Sejak itu pula aku bisa dikatakan bukan seorang muslim, karena tidak menjalankan kewajibanku dengan benar sepeti sholat lima waktu, tidak berpuasa di waktu Ramadhan secara penuh, mengaji pun tak bisa.

Dua tahun bersekolah, aku sering gonta-ganti pacar tak jelas. Saat itu pula aku hilang dan jauh dari Allah. Sedangkan Luthfi yang notabenenya sekarang sudah banyak mengenal dunia Islam selalu mengingatkanku melalui sms atau telepon yang sesekali ia sempatkan. Karena setelah lulus SMP kami berjanji agar selalu mengingatkan. Tetapi kenyataannya, aku sering acuh tak acuh dengan nasihatnya. Dalam benak aku bertanya, apa aku pantas berteman dengan dirinya?

Namaku Alex, ketika ku duduk di bangku kelas tiga. Ada anak baru pindahan dari kota sebelah yang sungguh aku kagumi parasnya. Terlihat di sana ia memakai kerudung dan sangat mempesona. Bagiku itu tak masalah, karena aku menyukai perempuan yang cantik. Tapi setelah beberapa kali aku mencoba untuk mendekatinya, apa daya tak sampai. Baru pertama kali ini aku ditolak oleh seorang perempuan. Dulu-dulu aku sering mengambil hati seorang perempuan yang ku suka dan perempuan itu pasti langsung jatuh hati, maklum wajahku lumayan ganteng dan soal kebutuhan materi aku sangat memadai. Siapa saja perempuan pasti nemplok dihatiku, bahkan sampai ada yang mengejar-ngejar.

Perempuan berkerudung itu namanya Arni, ia seorang anak kiayi dari Ponpes yang sama dengan Luthfi, sahabat kecilku. Beberapa kali aku melakukan pendekatan, tapi hasilnya selalu nihil dan akhirnya aku mengambil ide aneh yang sebelumnya tak sempat terpikirkan yaitu melalui Luthfi. Suatu hari aku menelepon Luthfi, aku merencanakan untuk bertemu dengannya di Ponpes, padahal niat sebenarnya ingin mengetahui lebih jauh kehidupan Arni di sana.

Saat aku bertemu dengan Luthfi. Aku mulai menceritakan semuanya kalau aku menyukai Arni dan ingin menjadikannya pacar. Luthfi pun terkejut, ia tak bisa apa-apa. Malah ia melarangku dan lebih baik menjauhi Arni, karena Arni tidak seperti perempuan yang lain, mudah terperosok. karena ia punya bekal ilmu agama yang banyak.

Tiba-tiba mulutku meluncur tak jelas ke arah Luthfi, ”Atau mungkin jangan-jangan kamu tidak mau memabantu ku ya Fi? Karena kamu juga suka dengan anak Kiayi itu?”.

”Astaghfirullah, kok bisa-bisanya kamu menuduh aku seperti itu, aku dan dia tak saling kenal, aku hanya sering melihatnya di rumah, saat Kiayi ngajak aku untuk bantu beres-beres perlengkapan Pondok,” sanggah Luthfi.

”Ya sudah, tolong aku ya Fi, sekali ini saja. Ingat gak kamu dulu pernah berhutang budi kepada keluargaku,” pintaku kepadanya.

Luthfi langsung menerawang mengingat masa susahnya dahulu waktu SD dan SMP. Ia mulai terhenyak dan berpikir seribu kali untuk menerima keputusanku. Ia bingung di antara ia atau tidak?

”Oke, tapi tunggu setelah kita lulus ya?” tawar Luthfi penuh kebimbangan.

”Kok lama banget Fi, aku gak mau lama-lama, aku maunya minggu ini kamu uruskan, kamu kan lebih tahu tentang dia. Yah aku juga ingat kamu kan pintar buat puisi. Nah, bagaimana kalau kamu buatkan untuknya surat cinta berupa puisi, tetapi tulisan itu buat seolah-olah dariku”.

Luthfi pun terdiam, ia hanya bisa menuruti apa kataku tadi. Tetapi dengan syarat jangan coba-coba buat namanya dalam skenario aneh ini.

Keesokan harinya, Luthfi mulai menyampaikan surat cinta yang sebenarnya itu adalah tulisannya sendiri. Arni menerimanya dengan hati was-was. Tak ingin ada rasa untuk menodai hatinya, namun Arni juga manusia biasa, imannya turun dan luluh dengan kata-kata di surat itu. Ia menyangka akulah sang maestro puisi cinta itu. Ia mulai merasakan hati yang tak tentu arah. Ia mulai bisa ku dekati dan ku ajak ngobrol seperti kebanyakan perempuan lainnya.

Bumi pun terus berputar dan akhirnya karena saling bertemu maka terbitlah kasih sayang, Arni jatuh hati kepadaku. Oh temanku Luthfi, kau lah sahabat terbaik ku. Itulah kata-kata yang ku ucapkan untuknya. Aku sangat menikmati masa-masa pacaranku. Sungguh indah dan ternyata berbeda dengan yang lain. Namun kekhawatiranku mulai terasa, karena aku tak bisa sering jemput Arni yang ayahnya sendiri adalah seorang Kiayi. Aku merasa malu.

Suatu hari, entah dari mana setan masuk ke dalam pikiranku. Waktu itu Ayah Arni dan semua keluarga pergi umrah ke Mekkah. Arni hanya tinggal sendirian dirumah bersama bibinya. Kebetulan waktu itu bibinya pergi ke pengajian. Aku pun masuk ke dalam rumahnya diam-diam seusai mengantar pulang dari sekolah. Ku lihat ia, sungguh cantik. Aku mulai mendekat dan mulai memeluknya dari belakang, ia sedikit berontak dan berteriak keras. Lalu ku lepas kerudungnya, aku mulai melakukan hal yang sangat di benci oleh Allah. Namun sayang aksi bejatku tercium oleh Luthfi yang sejak tadi mengontrol rumah Kiayi.

Bruuukk.. Bruuuk.. Bruuuk. Aku babak belur dihajarnya, nasibku tinggal setengah nyawa, apalagi beberapa santri datang menghampiriku dan menghajar tanpa ampun. Aku dibawa keluar, di arak, di guyur air kemudian nasihat demi nasihat keluar dari mulut Luthfi yang menamparhati hitamku. Saat itu aku hancur, begitu juga Arni. Arni hanya bisa menangis karena kekhilafanku.

Setelah itu, aku meminta maaf kepada Arni dan juga Luthfi terlebih kepada pihak Pondok. Aku berjanji setelah kejadian itu bertaubat dan berniat untuk tinggal di Ponpes untuk belajar agama sampai benar-benar menjadi muslim sejati.

Ketika kedatangan Kiayi ke Ponpes, beliau mendengar kejadian itu dan marah besar kepadaku. Beliau mulai menjaga Arni dan memaafkanku asal ada perubahan yang lebih baik dari diriku sebelumnya. Karena Sang Kiayi tidak mau lagi ada hal-hal yang aneh dengan putri kesayangannya, beliau menjodohkan Luthfi sahabatku dengan Arni. Karena kebetulan, Luthfi adalah santri kesayangan Kiayi. Arni pun sebenarnya memendam rasa saat Luthfi menolongnya. Luthfi lah yang menyelamatkan kehormatan Arni sebelum terkoyak oleh ulahku. Aku hanya bisa terdiam menyaksikan kekhilafanku dan mulai belajar banyak mengarungi indahnya Islam di Pondok Pesantren. Terimakasih Luthfi dan maafkan aku Arni.

2 komentar: